Rabu, 31 Maret 2010

Asap Rokok Lebih Berbahaya dari Polusi Udara

Semakin dini orang mulai merokok, maka semakin cepat orang tersebut terkena kanker paru-paru. Sebab, hasil penelitian menunjukkan, asap rokok jauh lebih berbahaya dibandingkan polusi udara.


Demikian pendapat Prof dr Anwar Jusuf, Guru Besar Tetap FKUI yang dikukuhkan beberapa waktu lalu oleh Rektor Universitas Indonesia (UI) Usman Chatib Warsa.

''Asap rokok mengandung zat kimia yang sebagian bersifat karsinogen. Kemampuan zat ini memicu sel-sel normal menjadi ganas. Proses perangsangan itu terjadi bertahun-tahun,'' kata Anwar kepada wartawan.

Kendatipun ada faktor lain penyebab terjadinya kanker paru-paru, jelas spesialis paru itu, namun merokok merupakan faktor utama penyebab keganasan.

Pencemaran udara oleh kegiatan industri, menurut Anwar, bisa menambah risiko terjadinya kanker paru-paru. Beberapa zat kimia yang terkait dengan industri, seperti asbestos, arsen, krom, nikel, besi, asap arang batu, uap minyak dan uranium merupakan contoh zat-zat yang meninggikan risiko tersebut. Namun, risiko yang ditimbulkan oleh pencemaran udara jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang ditimbulkan akibat rokok sigaret.

Anwar menjelaskan, proses terjadinya kanker paru-paru membutuhkan waktu 10-20 tahun. Biasanya gejala kanker paru-paru diawali umur 40 tahun dan puncaknya pada usia 60 tahun.

''Apabila semakin dini orang merokok dan terus berkelanjutan, risikonya semakin besar. Apabila orang merokok pada usia 10 tahun lebih tua, risikonya setengah dari orang yang merokok pada usia lebih muda.''

Ia mengutip hasil penelitian dr Edy Suryanto yang mengatakan, semakin banyak orang mengonsumsi rokok setiap harinya, akan semakin besar terjadinya kanker paru-paru.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, sekitar 50% penderita kanker paru tidak mengetahui bahwa asap rokok merupakan penyebab penyakitnya. Hal itu disebabkan kurangnya informasi yang diterima masyarakat. Dari hasil penelitian disebutkan hanya 44% penderita kanker paru-paru mendengar bahaya asap rokok dari surat kabar, radio, majalah, televisi, atau petugas kesehatan. Sekitar 0,9% penderita mendapatkan informasi dari sekolah.

Anwar bersama beberapa dokter paru dari RS Persahabatan pernah melakukan penelitian pada anak-anak kelas V dan VI SD di Jakarta Timur. ''Dari 12% anak-anak SD yang sudah diteliti pernah merasakan merokok dengan coba-coba. Kurang lebih setengahnya meneruskan kebiasaan merokok ini.''

Prof Anwar memaparkan masalah pendidikan berpengaruh pada kebiasaan merokok. ''Penelitian kami menyimpulkan anak yang tinggal di daerah kumuh, merokok dipengaruhi orang tuanya. Sedangkan pada kelompok yang mapan, kebiasaan merokok pada anak dipengaruhi oleh teman-teman dekat atau saudaranya.''

Oleh sebab itu, edukasi bagi masyarakat tentang bahaya merokok sangat penting dilakukan terus-menerus. ''Saya sangat setuju apabila anak membeli rokok harus dengan KTP tetapi mana ada pedagang rokok yang mau peduli. (Nda/V-1)

Sumber: 

http://www.mediaindonesia.co.id/cetak/berita.asp?id=2004060101014124, dalam :
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1086165441,52638,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar