Polusi udara saat ini sudah dikaitkan dengan penyakit saluran pernapasan dan penyakit kardiovaskular. Baru-baru ini para peneliti mengatakan bahwa udara kotor yang Anda hirup juga dapat menyebabkan radang usus buntu.
Studi baru ini diterbitkan dalamCanadian Medical Association Journal edisi 5 Oktober 2009 menemukan bahwa kasus radang usus buntu naik ketika kualitas udara lebih kotor.
Dr Gilaad G. Kaplan, penulis senior studi dan asisten profesor kedokteran divisi gastroenterologi di University of Calgary di Alberta mengatakan bahwa hal ini membuat kita berpikir tentang penyebab radang usus buntu yang mungkin bisa dikaitkan dengan polusi udara. Polusi udara merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Jika temuan ini dikonfirmasi dan kita mampu membuat undang-unddang untuk mengendalian polusi udara lebih baik, udara lebih bersih, maka kemungkinan kita bisa mencegah lebih banyak kasus usus buntu. Ahli lain mengingatkan bahwa pada titik awal ini dalam penelitian ini, dampaknya tidak begitu jelas.
Dr F. Paul Buckley III, asisten profesor bedah di Texas A & M Health Science Center College of Medicine dan seorang ahli bedah di Scott & White Healthcare Round Rock, Texas mengatakan bahwa hal ini provokatif, tapi ada perbedaan besar antara menghubungkan sejumlah faktor dengan penyakit dan membuktikan bahwa faktor-faktor ini mungkin bisa menyebabkan penyakit, dan penelitian ini gagal untuk menunjukkan sebab-akibat. Buckey meragukan penurunan polusi akan mengurangi insiden usus buntu. Tidak seorang pun benar-benar tahu mengapa radang usus buntu atau pembengkakan dan infeksi usus buntu terjadi.
Kasus radang usus buntu naik secara signifikan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika industrialisasi memegang kendali. Kasus menurun di tengah dan kemudian bagian dari abad terakhir, pada saat undang-undang udara bersih diberlakukan. Sementara itu, menurut penulis studi, negara-negara yang baru saja industrialisasi mengalami kenaikan tingkat kondisi.
Sebuah teori yang berlaku adalah bahwa usus buntu terjadi ketika pembukaan ke usus buntu, organ seperti sebuah kantong yang melekat pada usus besar, terhalang. Secara spesifik, beberapa ahli percaya bahwa asupan serat yang lebih rendah di kalangan warga negara-negara industri mengakibatkan terhalangnya apendiks oleh tinja.
Tapi itu tidak menjelaskan insiden penurunan usus buntu di paruh kedua abad ke-20, kata Kaplan. Polusi udara sudah terhubung dengan berbagai kondisi kesehatan, terutama penyakit pernapasan dan penyakit jantung, termasuk serangan jantung dan stroke.
Kaplan dan rekan-rekannya mengamati lebih dari 5.000 orang dewasa yang dirawat di rumah sakit di Calgary dengan usus buntu antara 1 April 1999 sampai akhir tahun 2006. Data ini adalah direferensi silang dengan analisis polutan udara pada minggu sebelum masuk rumah sakit.
Kaplan mengatakan bahwa mereka menemukan individu-individu lebih cenderung datang dengan radang usus buntu dalam minggu dengan konsentrasi yang lebih tinggi polusi udara, khususnya ozon dan nitrogen dioksida.
Lebih banyak kasus usus buntu terjadi selama paling bulan paling hangat di Kanada (April hingga September, ketika orang-orang yang lebih cenderung di luar rumah), dan laki-laki tampak lebih dipengaruhi oleh polusi udara daripada wanita. Tidak jelas mengapa ada perbedaan gender ini, kata para peneliti.
Kaplan berteori bahwa peradangan mungkin menjelaskan kaitan, jika terbukti ada, antara kualitas udara dan radang usus buntu. "Ini masih spekulatif, tapi mungkin polusi udara yang memicu peradangan usus buntu," katanya. "Kita beberapa langkah lagi sebelum kita dapat membuat pernyataan itu. Kita perlu untuk mengkonfirmasi dan mengulang penemuan-penemuan ini. " Kaplan dan rekan-rekan penulis merencanakan studi di berbagai kota di Kanada.
Tahun lalu, majalah Forbes memeilih Calgary dinilai sebagai kota terbersih dunia dan Baku, Azerbaijan, sebagai yang paling kotor.
Studi baru ini diterbitkan dalamCanadian Medical Association Journal edisi 5 Oktober 2009 menemukan bahwa kasus radang usus buntu naik ketika kualitas udara lebih kotor.
Dr Gilaad G. Kaplan, penulis senior studi dan asisten profesor kedokteran divisi gastroenterologi di University of Calgary di Alberta mengatakan bahwa hal ini membuat kita berpikir tentang penyebab radang usus buntu yang mungkin bisa dikaitkan dengan polusi udara. Polusi udara merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Jika temuan ini dikonfirmasi dan kita mampu membuat undang-unddang untuk mengendalian polusi udara lebih baik, udara lebih bersih, maka kemungkinan kita bisa mencegah lebih banyak kasus usus buntu. Ahli lain mengingatkan bahwa pada titik awal ini dalam penelitian ini, dampaknya tidak begitu jelas.
Dr F. Paul Buckley III, asisten profesor bedah di Texas A & M Health Science Center College of Medicine dan seorang ahli bedah di Scott & White Healthcare Round Rock, Texas mengatakan bahwa hal ini provokatif, tapi ada perbedaan besar antara menghubungkan sejumlah faktor dengan penyakit dan membuktikan bahwa faktor-faktor ini mungkin bisa menyebabkan penyakit, dan penelitian ini gagal untuk menunjukkan sebab-akibat. Buckey meragukan penurunan polusi akan mengurangi insiden usus buntu. Tidak seorang pun benar-benar tahu mengapa radang usus buntu atau pembengkakan dan infeksi usus buntu terjadi.
Kasus radang usus buntu naik secara signifikan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika industrialisasi memegang kendali. Kasus menurun di tengah dan kemudian bagian dari abad terakhir, pada saat undang-undang udara bersih diberlakukan. Sementara itu, menurut penulis studi, negara-negara yang baru saja industrialisasi mengalami kenaikan tingkat kondisi.
Sebuah teori yang berlaku adalah bahwa usus buntu terjadi ketika pembukaan ke usus buntu, organ seperti sebuah kantong yang melekat pada usus besar, terhalang. Secara spesifik, beberapa ahli percaya bahwa asupan serat yang lebih rendah di kalangan warga negara-negara industri mengakibatkan terhalangnya apendiks oleh tinja.
Tapi itu tidak menjelaskan insiden penurunan usus buntu di paruh kedua abad ke-20, kata Kaplan. Polusi udara sudah terhubung dengan berbagai kondisi kesehatan, terutama penyakit pernapasan dan penyakit jantung, termasuk serangan jantung dan stroke.
Kaplan dan rekan-rekannya mengamati lebih dari 5.000 orang dewasa yang dirawat di rumah sakit di Calgary dengan usus buntu antara 1 April 1999 sampai akhir tahun 2006. Data ini adalah direferensi silang dengan analisis polutan udara pada minggu sebelum masuk rumah sakit.
Kaplan mengatakan bahwa mereka menemukan individu-individu lebih cenderung datang dengan radang usus buntu dalam minggu dengan konsentrasi yang lebih tinggi polusi udara, khususnya ozon dan nitrogen dioksida.
Lebih banyak kasus usus buntu terjadi selama paling bulan paling hangat di Kanada (April hingga September, ketika orang-orang yang lebih cenderung di luar rumah), dan laki-laki tampak lebih dipengaruhi oleh polusi udara daripada wanita. Tidak jelas mengapa ada perbedaan gender ini, kata para peneliti.
Kaplan berteori bahwa peradangan mungkin menjelaskan kaitan, jika terbukti ada, antara kualitas udara dan radang usus buntu. "Ini masih spekulatif, tapi mungkin polusi udara yang memicu peradangan usus buntu," katanya. "Kita beberapa langkah lagi sebelum kita dapat membuat pernyataan itu. Kita perlu untuk mengkonfirmasi dan mengulang penemuan-penemuan ini. " Kaplan dan rekan-rekan penulis merencanakan studi di berbagai kota di Kanada.
Tahun lalu, majalah Forbes memeilih Calgary dinilai sebagai kota terbersih dunia dan Baku, Azerbaijan, sebagai yang paling kotor.
Sumber:
NFA
http://www.kalbe.co.id/health-news/20324/polusi-udara-penyebab-usus-buntu.html
14 Oktober 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar